Kamis, 03 September 2009

Mengapa Situ Gintung Jebol

Berbagai tulisan di media tentang Situ Gintung yang jebol bendungannya, menyebabkan puluhan orang meninggal dan hilang. Belum lagi korban harta rumah dll.
situgintung01
.
situgintung02

.
Jumat dini hari keindahan alam Situ Gintung lenyap dalam hitungan detik ketika salah satu sisi badan bendung (tanggul) jebol akibat tidak mampu menahan luapan air di dalam situ. Menurut perkiraan kapasitas Situ Gintung 2 juta meter kubik dan pada saat jebol diperkirakan air yang ditampung melebihi kapasitas setelah hujan lebat bahkan disertai butiran es.
Mengapa bencana itu bisa terjadi? Ada beberapa analisis penyebab jebolnya Situ Gintung tersebut. Pertama, standar operasi dan pemeliharaan (SOP) kurang begitu ketat diperhatikan. Seharusnya SOP sebuah danau/situ/waduk/bendungan harus dilakukan secara ketat karena sangat rawan bencana bila terjadi kebocoran seperti yang terjadi di Situ Gintung. Operasional danau/situ/waduk/bendungan harus dilakukan secara ketat yaitu dalam hal pengaturan air disesuaikan dengan kapasitas tampungnya. Apabila terjadi masukan air yang melebihi kapasitas yang dapat diketahui dari lubernya air melalui jalur pengeluaran (spillway), maka pintu air harus dibuka. Hal ini yang tidak dilakukan di Situ Gintung (menurut wawancara SBY-Kalla dengan pengelola Situ). Pemeliharaa rutin juga harus dilakukan supaya dapat menangani dengan segera bila terjadi kerusakan.
Kedua, Pengelolaan tata ruang yang tidak dilakukan sesuai aturan. Di sekitar danau/situ/ waduk/bendungan tidak boleh ada bangunan dengan jarak > 200 meter. Pada jarak itu merupakan areal sabuk hijau (greenbelt) yang ditanami tanaman keras sebagai pelindung tanggul. Kenyataannya di Situ Gintung dikelilingi berbagai bangunan bahkan tepat di tanggulnya. Korban bencana Jumat yang lalu berasal dari perkampungan yang berada di sekitar situ.
Ketiga, Kerusakan lingkungan di DAS bagian hulu sungai. Kerusakan hulu sungai yang parah menyebabkan aliran permukaan (run off) langsung masuk ke dalam sungai bersama tanah yang mengalir ke dalam Situ Gintung. Hal itu menyebabkan terjadinya pengendapan di dalam situ yang akhirnya menyebabkan pendangkalan akibat sedimentasi. Kapasitas tampungan akan semakin berkurang yang akan menyebabkan beban tanggul semakin berat ketika terjadi hujan lebat dari hulu sungai. Pengelolaan sungai seharusnya melibatkan berbagai intansi seperti kehutanan, pekerjaan umum, Jasa Tirta, lingkungan hidup yang tergabung dalam one river one management dalm hal ini belum diterapkan di Indonesia. Masing-masing masih berjalan sendiri-sendiri sebatas koordinasi yang masih lemah.
Memang bencana tidak bisa diduga tetapi apabila sudah dilakukan SOP yang benar tidak akan menyebabkan bencana dengan korban jiwa dan harta yang besar. Situ Gintung yang indah alami sayang apabila harus menjadi kubangan raksasa dan kehilangan berbagai fungsi dan manfaatn. Saatnya perbaikan Situ Gintung segera dilakukan dan selanjutnya pengelolaannya harus secara serius supaya tidak terulang lagi bencana yang mengerikan itu.
http://elfarid.multiply.com/journal/item/978/Tragedi_Situ_Gintung_Bencana_Akibat_Kelalaian
.
[ Sabtu, 28 Maret 2009 ]
Situ Gintung Lokasi Favorit untuk Wisata, Outbound, dan Pesta
SEBELUM memicu tragedi yang mengerikan dini hari kemarin (27/3), Situ Gintung di Desa Cirendeu, Ciputat, Tangerang, dikenal warga ibu kota sebagai salah satu lokasi favorit untuk wisata, outbound, dan pesta dengan nama Pulau Situ Gintung. Setiap hari libur, lokasi tersebut selalu dipadati warga Jakarta yang ingin melepas penat.
Perjalanan ke Situ Gintung hanya butuh waktu sekitar setengah jam dari pusat Kota Jakarta. Bahkan, dari Pondok Indah hanya butuh waktu 10 menit. Mudahnya akses ke Situ Gintung itu membuat kawasan wisata air tersebut banyak dipilih kantor-kantor untuk mengadakan gathering. Selain itu, area di pinggir situ bisa digunakan untuk berolahraga seperti renang dan tenis.
Pemandangan yang tidak kalah dari kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, membuat beberapa rumah produksi juga sering menggunakan kawasan tersebut untuk syuting klip video, iklan, maupun sinetron. Karena itu, tidak heran pengunjung yang berwisata ke tempat tersebut sering bertemu artis-artis.
Biaya masuk ke Pulau Situ Gintung pun relatif murah. Orang dewasa hanya dikenai Rp 4 ribu sekali masuk. Untuk anak-anak lebih murah, yakni Rp 2 ribu. Sebagai tempat camping, Situ Gintung juga tidak mahal, tinggal membayar Rp 7.500 pengunjung bisa menikmati malam di kawasan romantis itu. Penginapan juga tersedia dengan harga terjangkau, Rp 150 ribu per malam.
Situ Gintung memiliki sejarah panjang. Sebelum berubah menjadi kawasan wisata air, Situ Gintung merupakan saluran irigasi yang dibangun pada zaman Belanda. Menurut Kepala Balai Besar Sungai Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio, usia bendungan Situ Gintung sudah mencapai 76 tahun karena dibangun pada 1933.
Dia mengungkapkan, selama ini banyak orang yang salah persepsi mengira Situ Gintung adalah danau. Padahal, Situ Gintung adalah bendungan kecil. Bendungan tersebut dibangun sejak zaman Belanda. ”Tapi, itu bendungan kecil. Dibuat oleh Belanda pada 1932 dan selesai 1933. Sekarang usianya sudah lebih dari 76 tahun,” jelasnya setelah rapat terbatas dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dia menuturkan, dulu Situ Gintung merupakan bendungan homogen dengan satu macam jenis tanah atau bendungan urukan homogen. Kemudian, lanjut dia, ada celah yang disebut pelimpah (spillway) yang lebarnya lima meter.
Bendungan itu juga memiliki pintu air kecil untuk irigasi. ”Pintunya kecil. Sekarang sudah tidak ada irigasinya karena sudah jadi rumah,” tegasnya.
Seiring berjalannya waktu, irigasi tersebut beralih fungsi menjadi waduk konservasi wisata. Pengalihan fungsi itu, kata Direktur Sungai dan Waduk Departemen Pekerjaan Umum Widagdo, membuat pintu pengambilan air akhirnya tidak difungsikan lagi. Namun, saluran pelimpahan air tetap dibuka. ”Jadi, sebelum peristiwa itu terjadi, fungsi Situ Gintung sudah menjadi waduk konservasi untuk wisata,” jelasnya.
Situ Gintung seluas 21 hektare dengan kedalaman rata-rata sekitar 4 meter dan mampu menampung air sekitar 1 juta meter kubik. Meski bersebelahan dengan wilayah Jakarta Selatan, sebagai kawasan wisata, Situ Gintung dikelola Dinas Pariwisata Provinsi Banten. Semula, luas Situ Gintung mencapai 28 hektare. Namun, karena terjadi penyempitan, akhirnya luas danau kini tinggal 21 hektare.
Namun, jebolnya tanggul memorak-porandakan kawasan wisata itu. Semua fasilitas wisata tersebut kini hancur lebur. Menurut Widagdo, sebetulnya Situ Gintung tidak berbahaya. Namun, karena terjadi hujan lebat sehari sebelum kejadian, debit air melonjak m
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=60103
.
WALHI: Tragedi Situ Gintung Bukan Bencana Alam
3 April 2009 13:02 WIB | Redaksi
Jumat, 3 April 2009 | 10:54 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga swadaya masyarakat yang konsen dengan isu lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menyatakan bahwa tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung, bukan merupakan bencana alam, seperti yang dikatakan pemerintah selama ini.
Bencana alam, peristiwa yang memang tidak bisa diprediksi dan diluar kendali manusia. Jebolnya Situ Gintung, menurut Direktur Eksekutif WALHI, Berry Nahdian Furqan, sebenarnya bisa dicegah jika pengelolaan dan pengawasan terhadap kondisi situ dilakukan secara benar.
“Tragedi Situ Gintung itu bukan bencana alam, karena terjadinya karena lebih banyak faktor kelalaian dalam pengelolaan Situ Gintung. Banyak pihak yang berkontribusi, tapi pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas peristiwa ini,” ujar Berry, pada diskusi Belajar dari Tragedi Situ Gintung, di Gedung DPD, Jumat (3/4).
Sejumlah kesaksian warga menyebutkan, laporan akan kondisi tanggul yang mengkhawatirkan sudah disampaikan. Namun, tak ada tanggapan serius dari pihak terkait. Dana pengelolaan sebesar Rp1,5 miliar, dipertanyakan peruntukannya. “Bahkan kondisi situ itu sudah kurang bagus sejak tahun 1980. Warga sudah lapor tapi tidak ditanggapi. Lalu, untuk apa dana 1,5 miliar untuk pengelolaan? Ini patut dipertanyakan,” ujar Berry.
Pernyataan WALHI ini juga diperkuat dengan analisis Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kepala Bidang Mitigasi Bencana BPPT, Sutopo Purwonugroho mengatakan, curah hujan yang terjadi menjelang jebolnya tanggul, bukan merupakan faktor utama. “Namun, sebagai pemicu (trigger) karena volume air mengalami kenaikan secara cepat sehingga limpas dari spillway,” kata Sutopo, dalam kesempatan yang sama.
Ia memaparkan, berdasarkan analisis curah hujan untuk kawasan di sekitar situ, curah hujan mencapai 113 ,2 mm per hari. Dari Radar Cuaca Pondok Betung BMKG, curah hujan tersebut terjadi selama dua kali, dengan hujan ekstrim 70 mm per jam.
Hujan ini, diperkirakan telah menaikkan muka air Situ Gintung. Namun, ketika Jakarta mengalami hujan besar pada tahun 2007, dengan curah hujan 275-300 mm per hari, tanggul tersebut tidak jebol. “Berdasarkan kajian kami yang terakhir dilakukan pada Desember 2008, menunjukkan adanya indikasi erosi buluh (piping) pada struktur spillway,” kata Sutopo.
http://mediacenter.or.id/bencana-alam/tahun/2009/bulan/04/tanggal/03/1559/walhi-tragedi-situ-gintung-bukan-bencana-alam.html
.
2 April 2009 11:34 WIB | Redaksi
Kamis, 2 April 2009 | 03:03 WIB
Apa pun konsekuensinya dan berapa pun biayanya, pemerintah perlu menyisir dan mengurai secara tuntas dan rinci akar masalah jebolnya reservoir Situ Gintung agar kejadian serupa tidak terjadi pada kemudian hari.
Jumlah korban seratusan jiwa meninggal dan seratusan hilang sampai saat ini belum ditemukan serta kerugian harta benda yang besar diikuti tekanan psikologis yang sangat berat cukup menjadi argumen bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengakhiri simpang siur dan polemik. Yang perlu dijawab adalah persoalan fundamental jebolnya reservoir air yang selama ini menjadi sumber penghidupan dan rekreasi masyarakat. Pertanyaannya mendasarnya adalah dari mana pintu masuknya dan siapa yang melakukannya?
Audit investigasi BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui audit investigasi dapat menyisir persoalan fundamental penyebab jebolnya reservoir Situ Gintung dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pintu masuknya. Tanggung jawab atas rehabilitasi dan biaya operasional pemeliharaan (OP) reservoir Situ Gintung dapat dikembangkan sebagai penelusurannya.
Informasi tersebut selanjutnya dapat dikembangkan untuk mengaudit penggunaan dana rehabilitasi, operasional, dan pemeliharaan Situ Gintung tahun anggaran 2008 dan anggaran tahun sebelumnya. Akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana rehabilitasi dan OP sangat penting agar sinyalemen terjadinya kebocoran penggunaan dana OP dan rehabilitasi dapat diketahui kondisi sebenarnya.
Lebih jauh investigasi dapat diperdalam dengan mencermati lebih rinci adakah perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atas bobolnya Situ Gintung? Bahkan, apabila ditemukan tindak pidana korupsinya, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menyidik karena selain menimbulkan kerugian negara, juga menyebabkan kejahatan humanitarian yang sangat memilukan. Pendekatan ini sebagai respons dan konsekuensi atas pembagian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan undang-undang.
Investigasi selanjutnya diperluas dengan menyisir pelanggaran tata ruang yang secara kasatmata terlihat jelas. Pemberi izin yang melanggar tata ruang juga harus diberi sanksi setimpal karena di banyak tempat pemberi izin secara kasatmata melakukan pelanggaran terbuka tanpa peduli dampak negatif yang ditimbulkan. Mafia perizinan ini harus dibersihkan karena sebagian besar malapetaka banjir, kekeringan, dan tanah longsor titik awalnya bersumber dari pelanggaran tata ruang. Pendekatan ini akan menimbulkan jera para mafia tata ruang yang selama ini tidak saja merusak lingkungan, tetapi juga menelan korban manusia demi kepentingan sesaat dan sesat mereka.
Reservoir dalam kaskade
Polemik tentang penyebab bobolnya Situ Gintung akibat terjadinya curah hujan eksepsional lebih dari 160 mm selama 2 jam harus dihentikan. Selain tidak sepenuhnya benar, hal itu juga akan menjadi modus pengelola situ lainnya ke depan untuk lepas tanggung jawab apabila terjadi kondisi serupa. Argumennya, sejak dibangun pada zaman Belanda, hampir dipastikan kejadian hujan lebat (exceptional rainfall) tidak hanya terjadi pertama kali sehingga pertanyaan selanjutnya adalah mengapa hanya hujan kali ini yang menyebabkan reservoir Situ Gintung jebol?
Merosotnya daya tampung air waduk dan tanah di sekitar daerah tangkapan menjadi penyebab yang harus disembuhkan. Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya permukiman penduduk di hulu dan hilir Situ Gintung sehingga tanggul dan tanah di daerah tangkapan Situ Gintung dalam kondisi jenuh air dan rapuh sehingga daya sangganya rendah.
Pembangunan reservoir dalam kaskade di hulu Situ Gintung dalam jumlah yang banyak dan terdistribusi merata merupakan suatu keharusan jika Situ Gintung akan dibangun kembali. Pendekatan ini memungkinkan terjadinya pembagian beban aliran air dan sedimen sehingga daya dorong dan daya rusak energi air dapat dipadamkan secara bertahap.
Fakta lapangan keberhasilan pengelolaan air reservoir dalam kaskade ini terefleksi dalam teras sawah yang dibangun dari puncak gunung sampai ke pantai. Sekalipun badai hujan besar terjadi, kita tidak pernah/jarang sekali menyaksikan pematang sawah yang kecil dan panjang itu ambrol terseret air. Pelajaran dari kearifan nenek moyang kita mengelola reservoir teras dalam kaskade harus diimplementasikan untuk mengelola reservoir besar yang konon semakin mengkhawatirkan kondisinya.
Gatot Irianto Ahli Hidrologi yang Menekuni Modeling Reservoir dalam Kaskade
http://mediacenter.or.id/artikel/tahun/2009/bulan/04/tanggal/02/1548/bobolnya-situ-gintung.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar