Jumat, 28 Agustus 2009

6. Tantangan Gerakan Dakwah Masa Depan

6. Tantangan Gerakan Dakwah Masa Depan
Secara umum, tantangan Gerakan Dakwah Masa Depan sangat banyak dan kompleks. Paling tidak terdapat enam tantangan besar yang dihadapi Harokah Islamiyah Masa Depan. Keenam tantangan tersebut ialah :
1. Tantangan internal
Tantangan internal Gerakan Dakwah itu terdiri dari :
A. Kejumudan (kebekuan) berfiikir.
Hampir semua Gerakan Dakwah mengalami kejumudan sehingga terhentinya pembaruan kendati sudah melewati perjalanannya berpuluh-puluh tahun. Keberanian dan kemauan melakukan tajdid al-manhaj al-haroki al-fikri (pembaruan konsep pemikiran harokah) dan al-manhaj al-haroki al-‘amali (konsep aktivitas harokah), hampir tidak ada, khususnya terkait dengan masalah-masalah ijtihadiyah para pendirinya sejak puluhan tahun yang lalu. Akibatnya, Gerakan Dakwah tidak bisa menampung al-‘uqul al-kabiroh (pemikiran-pemikiran besar) – meminjam Istilah Dr. Yususf Al-Qardhawi - yang datang dari para aktivisnya sendiri, apalagi dari luar. Tajdid tersebut amat diperlukan agar terjadi proses penyempurnaan dan akselarasi dengan perkembangan dan kebutuhan dakwah masa kini. Tajdid juga berfungsi melurusakn penyimpangan amaliyah maidaniyah, khususnya bila memasuki lapangan politik praktis. Di samping itu, tajdid melahirkan pemikiran-pemikiran, konsep-konsep dan rumusan-rumusan baru yang kontekstual, moderen dan futuristik, namun tetap komitmen dengan asholah (orisinilitas)-nya. Di samping itu, tidak ada keberanian merumuskan dan mendesain ulang format, strategi, perencanaan, program dan target-target Gerakan Dakwah masa kini untuk menjawab berbagai tantangan zaman, sehingga Gerakan Dakwah mampu menjelaskan nilai-nilai Islam dalam bentuk amal, alternatif dan keteladanan. Akhirnya, yang menonjol di lapangan adalah seruan-seruan moral dan penjelasan-penjelasan nilai yang sifatnya baku dan berulang-ulang.
B. Model dan dan gaya kepemimpinan.
Rata-rata dalam parkateknya, model kepemimpinan Gerakan Dakwah adalah model masyayikh (kekiayan tradisionil), kendati dalam konsep dan teorinya meniru gaya kepemimpinan Rasulullah dan para Sahabat. Model kepemimpinan masyayikh tradisionil itu di antara cirinya ialah tidak ada yang berani mengkritik dan memprotes keputusan atau keinginan sang pemimpin, kendati nyata-nyata berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Akhirnya, pemimpin diposisikan pada posisi yang berlebihan, dan bahkan kadangkala melebihi Nabi, atau di Indonesia dikenal dengan wali. Kurangnya keberanian dan kemauan membenahi model dan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dengan spirit Islam itu sendiri, seperti model masyayikh tradisonal, secara otomatis membuka peluang bagi para aktivis harokah untuk mengkultuskan pemimpin, jama’ah dan partai mereka. Pada waktu yang sama tidak akan pernah membuka peluang lahirnya kepemimpinan yang lebih baik dan lebih berkualitas dari sebelumnya.
C. Ta’sh-shub jama’i, qiyadi dan Hizbi (Fanatink pada jama’ah. Pemimpin dan partai).
Ta’sh-shub tersebut menjadi ancaman serius bagi Gerakan Dakwah. Sebab, secara syar’i, ta’ash-shub adalah perbuatan jahiliyah yang sangat dibenci. Secara fakta di lapangan, ta’ash-shub pada ketiga hal tersebut juga telah melahirkan persaingan dan perpecahan di kalngan umat, khususnya di kalangan antar aktivis Gerakan Dakwah yang berbeda nama dan payung. Dengan demikian, Gerakan Dakwah akan kehilangan banyak peluang Dakwah dan interaksi dengan berbagai lapisan masyarakat, termasuk antar sesama aktivis Gerakan Dakwah yang berbeda nama dan warna. Ini juga merupakan salah satu penyebab yang memperlambat perkembangan dan pertumbuhan Gerakan Dakwah itu sendiri.
D. Keenggenan menjadi al-‘unshur al-jaami’, ( faktor perekat) bagi kalangan Gerakan Dakwah lainnya, juga bagi umat Islam secara luas, dan bahkan ironisnya dalam kalangan jamaah sendiri. Di antara penyebabnya ialah suburnya penyakit ta’ash-shub jama’i, qiyadi dan hizbi (fanatik buta terhadap jama’ah, pemimpin dan partai) serta pemikiran pemikiran masing-masing Gerakan Dakwah, seperti yang disebutkan pada poin 3 di atas. Bahkan terkadang lahir sebuah pendapat dan sikap yang keliru seperti “right or wrong is my jama’ah, may leader and my party”. Ironisnya, dalam lapangan politik praktis seringkali berkoalisi dengan tokoh, atau partai atau kelompok yang nyata-nyata musuh Islam atau paling tidak tidak menyukai tegaknya Islam sebagai the way of life di negeri mereka tinggal.
E. Kelemahan mawarid basyariyyah (sumber daya manusia) dalam berbagai bidang ilmu.
Kelemahan SDM tersebut mengakibatkan terjadinya kelemahan ruhiyah (mental) dan uswah (keteladanan) sebagai syarat mutlak menjadi khoiru ummatin ukhrijat linnas (umat terbaik dan berkualitas tinggi yang tampil di tengah-tengah manusia) dalam mengemban missi khalifatullah yang akan memakmurkan kehidupan umat manusia di atas muka bumi melalui nilai-nilai Islam yang amat adil danmanusiawi.

2. Tantangan Sesama Gerakan Dakwah.
Kalau kita cermati problema dan masalah-masalah yang terjadi sesama Gerakan Dakwah maka kita akan menemukannya sebagai berikut :

A. Kurangnya kesiapan dan kemauan membangun komunikasi yang baik dan intensif sehingga terjadi proses ta’aruf (perkenalan), kemudian ditersuskan dengan tafahum (saling mengerti) dan kemudian ta’awun (tolong menolong) serta berlanjut dengan takaful (saling menopang) dengan harapan kemuidan bersinerji untuk menuju wihdatul harokah (kesatuan pergerakan).
B. Kurangnya kesiapan dan kemauan untuk mehamai dan menerapkan kaedah-kaedah ilmiyah dan amaliyah dalam menyikapi perbedaan baju harokah seperti :
i. Perbedaan dalam masalah furu’ (cabang) dan lapangan ijtihadiyah adalah suatu kenyataan yang sudah terjadi sejak zaman Sahabat dan mustahil dapat dihindarkan dan juga berfungsi sebagai fleksibelitas ajaran Islam dalam rangka kemudahan bagi umat Islam.
ii. Menerapkan prinsip washothiyyah (pertengahan) dan meninggalkan sikap ghuluw (berlebihan) dalam penerapan ajaran Islam.
iii. Tidak bersikap reaktif (menerima atau menolak tanpa dipelajari dengan baik) terhadap masalah-masalah ijtihadiyyah, karena kemungkinan benar dan juga kemungkinan salah.
iv. Tidak mau belajar dari para Sahabat Rasulullah dan ulama-ulama besar Islam sepanjang sejarah dalam memenej ikhtilaf (perbedaan) pendapat di antara mereka.
v. Fokus terhadap masalah-masalah besar yang sedang dihadapi umat Islam dan umat manusia hari ini.
vi. Bekerjasama dalam masalah yang disepakati dan bertoleransi dalam masalah yang belum disepakati.
vii. Yakin bahwa Al-Islam sebagai agama Allah untuk semua manusia tidak mungkin mampu ditegakkan oleh satu kelompok Gerakan Dakwah saja. Bekerjasa sama dalam menjalankan amar ma’ruf dan nahi ‘anilmunkar merupakan suatu kebutuhan lapangan. Sebab itu, bersatu dan bekerjasama dalam menjalankan dan memperjuangkan agama Allah merupakan tuntutan dan kewajiban dari Allah.
C. Kesiapan dan kemauan memahami dan menerapkan kaedah-kaedah ruhiyah (spiritualitas) dalam menghadapi perbedaan baju harokah. Di antaranya :
i. Membebaskan diri dari nafsu dan syahwat ujub (bangga) pada diri, jama’ah, kelompok, partai dan pemimpin.
ii. Membebaskan diri dari fanatisme terhadap jama’ah, partai, kelompok, pemimpin, mazhab, pemikiran dan pendapat para Imam/pemimpin.
iii. Menghindari selalu dalam diri sifat su-uzh-zhon (buruk sangka) terhadap sesama Muslim.
iv. Menghindari pembicaraan mencela, perbuatan dan sikap yang dapat menyakiti perasaan sesama Muslim.
v. Menghindari jidal (debat kusir) dan permusuhan terhadap sesama Muslim.
vi. Belajar berdialog denagn cara yang lebih baik.
vii. Tanamkan sifat dan sikap kasih sayang dan santun terhadap sesama Muslim.
viii. Selalu mendoakan kamum Muslimin agar mendapat hidayah dan ampunan Allah, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup.
3. Tantangan Para Tokoh Dakwah yang tidak atau belum tergabung dalam harokah.
Sebuah kenyataan dan fenomena menarik bahwa hampir di seluruh Dunia Islam selalu muncul tokoh-tokoh besar dakwah yang dalam menjalankan Dakwah Ilallah mengandalkan kemampuan dan kharismatik pribadi. Pengikut setia (anggota jama’ah) mereka sangat banyak. Pengaruh mereka di lapangan sangat terasa, termasuk dalam perubahan moral masyarakat. Kelebihan yang mereka miliki juga banyak, kendati kelemahan-kelemahannya juga tidak dapat dipungkiri karena disebabkan beramal secara infirodi (single fighter). Mereka harus dilihat sebagai asset umat yang berharga dan harus selalu berupaya menjalin silaturrahmi (komunikasi) yang baik dalam rangka menuju ta’aruf (berkenalan), tafahum (saling mengerti), ta’awun (kerjasama) dan selanjutnya takaful (saling menopang) serta berikutnya menuju tauhidul ummah (penyatuan potensi umat).
Secara umum, tantangan Harokah Islamiyah Masa Depan terhadap para tokoh Dakwah tersebut sama dengan yang dihadapi dengan sesama Gerakan Dakwah. Letak perbedaanya hanya pada struktur formal dan informal. Artinya, para tokoh Dakwah tersebut biasanya tidak memiliki struktur formal dan nizhom asasi (peraturan organisasi) sebagaimana Gerakan Dakwah lainnya. Kalupun ada hanya sebatas hubungan kuat antara seyekh dengan murid. Sikap yang dibangun juga sama dengan yang dibangun terhadap sesam Gerakan Dakwah yang terstruktur. Personal approache (pendekatan pribadi) insyaa Allah akan lebih banyak membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar