Jumat, 28 Agustus 2009

Pendeta Katolik, Menemukan Kebenaran Islam Saat Ramadan

Sebelum memeluk agama Islam, ia adalah seorang pendeta agama Katolik Roma dan menjadi kepala bidan pendidikan agama di sekolah khusus anak laki-laki di selatan London. Bulan Ramadan menjadi bulan penuh kenangan bagi lelaki yang kemudian menggunakan nama Idris Tawfiq ini, karena pada bulan suci itulah ia menemukan Islam dan memeluk agama Islam hingga sekarang.
Di Inggris, kata Idris, semua siswa menerima pelajaran tentang enam agama utama yang dianut masyarakat dunia. Sebagai kepala bidang pendidikan agama, Idris yang ketika itu belum masuk Islam bertanggungjawab untuk memberikan mata pelajaran tentang agama Kristen, Yudaisme, Budha, Islam, Sikh dan Hindu. Ia hanya menjelaskan perbedaan keenam agama tersebut dan tidak mereferensikan siswanya untuk memeluk salah satu dari keenam agama tersebut.
Idris tentu saja harus membaca berbagai informasi tentang Islam sebelum memberikan pelajaran tentang agama Islam pada para siswanya. Karena pernah berkunjung ke Mesir dan melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat Muslim, Idris mengaku respek dengan Muslim yang menurutnya ramah dan lembut. Di sekolahnya sendiri, sebagian siswanya adalah Muslim dan banyak dari mereka yang berasal dari negara-negara Arab.
Idris ingat, beberapa hari sebelum bulan Ramadan, beberapa siswanya yang Muslim mendekatinya dan bertanya apakah mereka bisa menggunakan kelas Idris untuk keperluan salat, kebetulan kelas tempat Idris mengajar berkarpet dan memiliki wastafel. Meski peraturan sekolah di Inggris saat itu tidak memberi ijin siswa untuk melaksanakan peribadahan di sekolah.
Idris mengijinkan permintaan siswanya itu. Tapi kepala sekolah mengharuskan seorang guru hadir untuk mengawasi kelasnya saat digunakan untuk salat. "Saya belum menjadi seorang muslim ketika itu, tapi Allah bekerja dengan caranya yang sangat istimewa, memberikan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan untuk membuat keajaiban dalam hidup kita," tukas Idris.
Maka, selama bulan Ramadan itu, pada waktu makan siang, Idris duduk di belakang menyaksikan siswanya yang Muslim salat dzuhur, ashar dan salat jumat berjamaah. Apa yang dilihatnya ternyata menjadi pembuka jalan bagi Idris untuk mengenal Islam. Idris jadi tahu bagaimana seorang Muslim salat dan ia bisa mengingat beberapa bacaan salat meksi ia tak paham artinya. Oleh sebab itu, usai Ramadan, Ia tetap membolehkan siswanya yang Muslim untuk salat di dalam kelasnya sampai Ramadan tahun berikutnya.
Kali ini, Idris yang masih belum masuk Islam, ikut berpuasa sebagai bentuk solidaritas terhadap siswanya yang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ketika itulah keinginannya untuk masuk Islam semakin kuat dan setelah bulan Ramadan itu, Idris memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, menjadi seorang Muslim.
"Alhamdulillah, saya menjadi seorang muslim. Tapi itu cerita lain. Apa yang dicontohkan para siswa saya yang Muslim telah membawa saya menjadi seorang muslim. Sejak itu, saya ikut salah berjamaah bersama mereka, sebagai soerang mualaf," ungkap Idris.
Ramadan tahun berikutnya adalah Ramadan pertama bagi Idris sebagai seorang Muslim. "Ramadan pertama itu sangat istimewa. Di akhir bulan Ramadan, saya bersama para siswa menggelar buka puasa bersama. Untuk meraih malam Lailatul Qadar, saya bersama para siswa itikaf di sekolah," kenang Idris tentang Ramadan pertamanya.
Usai jam sekolah saat Ramadan, sambil menunggu waktu berbuka, Idris dan para siswanya yang Muslim menyaksikan film bersama tentang kehidupan Rasulullah Saw. Usai salat maghrib berjamaah, mereka membuka bekal makananan dan minuman masing-masing yang dibawa dari rumah dan saling berbagai dengan yang lainnya.
Saat Idris menjalankan ibadah puasa Ramadan pertamanya sebagai Muslim, ketika itu masyarakat Inggris sedang dilanda Islamofobia karena baru saja terjadi peristiwa serangan 11 September 2001 di AS. Banyak warga Inggris yang curiga pada Islam dan Muslim. Tapi alhamdulillah, beberapa guru non-Muslim di sekolahnya datang dan mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Kepala sekolah bahkan membawakan mereka kurma untuk berbuka, karena dari siswanya yang Muslim ia tahu bahwa Rasulullah Muhammad Saw selalu berbuka dengan makan kurma.
Idris mengakui, menjalankan ibadah puasa Ramadan di negara non-Muslim tidak mudah. "Seringkali kita menjadi satu-satunya orang yang berpuasa. Setelah berbuka, tidak ada kegiatan istimewa apalagi kalau letak masjid sangat jauh," ujar Idris.
"Tapi, malam-malam di Ramadan pertama saya sebagai muslim adalah malam yang sangat istimewa yang tidak akan saya lupakan. Saya bisa menyampaikan pesan Islam pada semua yang hadir disana bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh kegembiraan dan penuh persaudaraan yang sangat menyentuh hati kita, Alhamdulillah," tukas Idris menutup kisah pengalaman Ramadan pertamanya sebagai seorang yang baru masuk Islam. (ln/iol)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar